Bromo yang Tetap Cantik

Bromo yang Tetap Cantik

Bismillah

Viedyana.com, Bantul: Bromo yang Tetap Cantik – Bromo adalah salah satu list destinasi yang masuk dalam daftar saya dan pak suami untuk dikunjungi bersama dengan anak-anak. Di sini, hampir empat belas tahun yang lalu, saya berdua pak suami sempat berkunjung tidak lama setelah menikah. Dan setelah lebih dari satu dekade,  akhirnya diberi kesempatan lagi untuk berkunjungke sini.Kali ini tidak hanya berdua, tapi berlima dengan anak-anak.

Dan rasanya, keputusan mengajak anak-anak ke Bromo adalah keputusan yang tepat.

Karena apa?

Yuk lah ikuti terus kisah seru perjalanan kami kali ini. Siapa tahu bisa menjadi inspirasi untuk berkunjung juga.

Rute

(22/01/24) Perjalanan di mulai dari Yogya, dari daerah domisili kami. Rencana awal berangkat pukul enam pagi. Tapi pada faktanya baru berangkat pukul setengah delapan pagi. Tanpa sarapan. Cuma bawa camilan. Sarapan paginya di rest area. Hehehe.

Mobil Menuju Klaten, dan masuk tol di Kartasura. Melewati tol solo -Kartasura, mobil terus melaju menyusuri tol Kartasura – Mojokertohingga keGempol – Pasuruan/ Gempol – Rembang dan keluar di pintu tol Tongas. Pas di pertigaan tidak jauh dari gerbang tol  ada palang bertuliskan Bromo ke arah kanan.

Mengikuti petunjuk jalan, mobil melaju mengikuti jalan yang sedikit menanjak dan berliku. Khas jalan pegunungan banget.Aspal jalannya mulus ya.

Selamat Datang di Gerbang Pembayaran Bromo

Memasuki kawasan Bromo via Probolinggo, kamu akan melewati dua gerbang pembayaran, yaitu dari Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Probolinggo dan dari Pengelola  Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Pembayaran di gerbang pertama masih manual ya. Jadi pastikan kamu sedia uang tunai.

Yang cukup menarik bagi saya adalah ketika berhenti di gerbang pengelola TNBTS. Petugas bertanya apakah kami sudah reservasi. Dan tentu saja belum. Hehe. Kemudian dengan sotoi nya  bertanya bayar berapa.

Taraaaaa TNBTS pun tidak menerima pembayaran tunai. Cashless alias pembayaran transfer via bank. Dan untuk resrvasi pun harus online.

Dengan ramah petugas meminta salah satu dari kami untuk turun. Saya pun turun, tidak lupa membawa ponsel. Karena masih agak bingung, petugas dengan cekatan membantu saya untuk reservasi online di website resmi mereka.

https://bookingbromo.bromotenggersemeru.org/

Untuk reservasi ini tidak memakan waktu lama. Setelah pembayaran sukses maka QR code akan muncul di sistem booking online kita. Naaah petugas tinggal scanbarcode aja untuk cek konfirmasi pembayaran. Semuanya oke, baru deh dapat tiket manual seperti biasa.

Jadi untuk berlibur ke TNBTS pastikan kamu memiliki uang tunai dan juga non tunai ya. Hehe

Selamat Datang di Bromo

Kabut tebal menyambut saya dan keluarga ketika kami tiba di parkiran  hotel Lava View Lodge sekitar pukul empat sore. Menata barang di kamar sembari saya bernegosiasi dengan beberapa penyewa jeep untuk tour Bromo esok shubuh.

Untuk berburu sunrise, biasanya bukit Pananjakan menjadi pilihan pertama. Tapi kali ini kami skip ke sana karena kalau mau ke bukit Pananjakan harus jalan pukul 2 pagi dari hotel dan saya gak yakin bisa tepat waktu menggiring anak-anak keluar hotel di jam tersebut.

Tiba di hotel disambut kabut tebal

Namun jalan-jalan ke Bromo tanpa lihat sunrise tentunya agak kurang afdol ya. Jadi saya dan keluarga tetap ingin lihat sunrise. Cuma pengennya tetep shalat shubuh di hotel. Wkwkwkwk. Mageran pisan ini judulnya.

Setelah tawar menawar dengan tiga penyewa jeep, akhirnya saya memutuskan salah satunya yang mau berangkat setelah shalat shubuh. Dengan perjanjian awal paling telat berangkat dari hotel pukul 4.20 pagi. Bukit Cinta untuk melihat matahari terbit, kemudian lanjut ke bukit widodaren, kawah Bromo, Pasir Berbisik, Savana dan bukit Teletubbies. Kenapa jadi bukit Cinta bukan Mentigen Hill? Karena “katanya” Mentigen Hill sepi kalau di hari kerja. Baiklah kita skip ke sana.

Mentigen Hill

Saya dan keluarga baru keluar kamar lewat pukul setengah lima. Dan tepat di depan gerbang hotel deretan jeep mengantri hendak naik ke parkiran Mentigen Hill. Ho..ho..ho…ternyata dia tidak sesepi yang saya bayangkan. Setelah berbicara dengan driver jeep, saya dan keluarga mau lihat sunrise di Mentigen Hill saja. Tidak jadi ke bukit Cinta yang agak jauh dari hotel. Dari pada kehilangan momen sunrise kan. Hehe. Driver jeep pun akan menunggu kami di depan hotel.

Jalan pelan, menanjak di antara jeep hingga akhirnya tiba di puncak. Huft rame bangeeeet. Berdesakan. 11 12 aja dengan Pananjakan. Nyaris kehilangan moment karena berebut spot berdiri, alhamdulillah dapet juga lihat sunrisenya. Dan anak-anak happy banget. Ini sebuah pengalaman baru untuk mereka.

Sunrise dari Mentigen Hill
Bujang no 2 yang happy banget lihat sunrise

Dari puncak Mentigen hill terlihat mulai banyak jeep yang melaju di lautan pasir. Hari juga sudah agak terang sedikit. Saya dan keluarga memutuskan untuk turun dari Mentigen Hill walau masih banyak yang bertahan di sana.

Baca juga : Rinduku Akan Lembah Harau (Yang dulu)

Kembali jalan menuruni bukit Mentigen yang hanya 15 menit-an saja dari hotel Lava View Lodge. Di depan gerbang hotel sudah menunggu jeep yang saya sewa. Kami pun tancap gas ke bawah. Bromo is getting closer. Anak-anak semakin excited saja. Apalagi ketika sudah tiba di bawah. Anak saya yang paling besar menyesal tidak membawa botol kosong untuk membawa pulang sedikit pasir. Hehe.

Bromo dari jalur pendakian

Widodaren

Tujuan pertama adalah bukit Widodaren. Bukit ini juga terlihat dari Lava View Lodge.Hm..sepertinya belum rezeki saya dan keluarga untuk menikmati cantiknya Widodaren dari dekat. Kabut tebal lebih sering menemani kami ketika sudah tiba di sini. Ketika kabut sedikit menjauh, bergerak cepat untuk foto bersama.Eh tapi ketika melihat hasil foto, kabut putih tebal lebih banyak menjadi latar belakang foto kami. Hahaha.

Bukit Widodaren yang tertutup oleh kabut

Tidak lama di Widodaren, saya dan keluarga memutuskan untuk langsung ke gunung Batok dan gunung Bromo saja. Jeep pun parkir tidak jauh dari yang jual sate. Wangi sate membuat kami  berhenti sejenak. Sarapan pagi sambil menikmati gunung Batok di depan mata. Setelah makan, perjalanan dilanjutkan menyusuri lautan pasir ke arah pura Luhur Poten dan lanjut gunung Bromo.

Muncak Bromo

Ketika jalan baru saja akan menanjak, beberapa penyewa kuda turun dari punggung gunung Bromo tanpa membawa penumpang. Ia pun menawari anak-anak saya untuk naik kuda ke atas dengan tarif 50,000 saja sekali jalan. Baiklaaaah kita naik kuda hingga pertengahan punggung gunung Bromo.

Turun dari kuda, perjalanan dilanjutkan dengan menaiki anak tangga. Anak saya no 2 jalan paling depan dengan langkah kaki yang cepat. Dan saya tentu saja paling belakang. Hehehe.

Dari mulai naik tangga hingga sampai di puncak, tiga kali merasakan bau belerang menyusup ke dalam hidung. Yang ketiga kali pas banget sampe puncak. Membuat saya dan anak-anak tidak berlama-lama di atas sana. Kawah pun terlihat samar-samar. Karena anak-anak semakin gelisah, akhirnya hanya sebentar saja di sana. Dan ketika turun, lagi-lagi anak bujang  nomor dua terdepan di antara kedua saudaranya.

Gunung Batok dari jalur pendakian Gunung Bromo

Pasir Berbisik, Savana dan Bukit Teletubbies

Petualangan dilanjutkan ke pasir berbisik. Masih terlihat di beberapa titik sisa kebakaran tempo hari. Oh ya, karena warna hijau sudah mendominasi perbukitan, anak-anak menjadi sedikit rusuh  bertanya kepada driver jeep. Bukit mana yang terbakar kemaren? Setelah dijelaskan, mereka pun mengangguk-angguk.

Setelah Pasir Berbisik, jeep melaju terus menuju savana. Melintas di antara bunga-bunga liar yang bermekaran. Apalagi jika bukan bunga berwarna kuning dan ungu.

Menilik ke wikipedia, bunga  berwarna kuning ini  bernama bunga Adas. Kadang disebut juga dengan Adas Pedas. Adas (FoeniculumVulgareMiller.) yang bisa hidup di dataran rendah hingga ketinggian 1,800 di atas permukaan laut (mdpl) ini dikenal sebagai tanaman bumbu atau tanaman obat.

Merujuk ke salah satu artikel yang di terbitkan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), di webiste Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dijelaskan bahwa bunga berwarna ungu ini adalah VerbenaBrasiliensis. Bunga cantik ini bukan lah bunga endemik Bromo, tetapi tanaman asing invasif yang  berasal dari Amerika Selatan. Ia berbunga di musim hujan dan mengering di musim kemarau. Namun dibalik keanggunan warna ungunya, ternyata bunga ini cukup menganggu ekosistem di tempat ia tumbuh lho. Jadi, jika sudah terlalu banyak  , maka akan dilakukan pembersihan dengan cara mencabut hingga akarnya.

Berkunjung akhir Januari 2024, saya masih bisa menjumpai paku-pakuan dan juga ilalang yang memiliki bulu-bulu putih. Perpaduan hijau, putih, ungu dan kuning terasa sangat menyatu.

Puas menikmati cantiknya savana dan bukit teletubbies, jeep kembali mengarungi lautan pasir. Kali ini lebih mendekat ke kaki gunung Bromo. Dari jauh terlihat sulur-sulur putih di punggung gunung Bromo. Saya jadi seperti melihat gunung yang diselimuti salju. Hehe

Ah Bromo, cantiknya memang tidak lekang oleh waktu.

Sudahkah kamu ke Bromo, Teman? Kalau belum, cuuus agendakan dari sekarang.

Sumber:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Adas

https://ksdae.menlhk.go.id/berita/3639/pengendalian-verbena-brasiliensis-di-kawasan-taman-nasional-bromo-tengger-semeru.html

SuKa dengan artikel ini? Yuk, bagikan!

Viedyana

Emak dari tiga bocah kecil, domisili di Bantul, Yogyakarta. Suka jalan-jalan, icip-icip makanan, dan menulis. Ada yang ingin ditanyakan atau bekerjasama untuk review usaha, produk dan lain-lain silahkan kontak viedyana1983@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *