MENUJU GOOD BYE DIAPER DENGAN BRIEFING
Bismillah.
Assalamualaikum. Rasanya waktu cepat berlalu ketika melihat anak kita yang tadinya masih bayi, digendong ke mana-mana, namun sekarang sudah mulai berlari ke sana ke mari dan sudah mulai mengoceh ini dan itu. Time flies. Tapi yang pasti senang melihat perkembangan si kecil bukan.
Pengalaman saya yang kini rempong di rumah dengan tiga bocah, masa –masa ketika anak sudah mulai lancar berjalan dan sudah mulai banyak mengoceh, maka saatnya toilet training dimulai. Fuih, another fighting!
Dari anak pertama hingga anak ketiga saya selalu galau jika melihat anak sudah saatnya mulai toilet training. Oh ya, saya selalu memulai toilet training ketika anak sudah lancar berjalan dan sudah mulai ceriwis mengoceh dan mengadu. Selalu salut melihat ibu-ibu yang mau berjibaku dengan toilet training ketika anak baru hendak belajar jalan dan bicara masih satu patah dua patah kata. Biasanya ketika akan memasuki usia satu tahun. Di sisi lain toilet training ini juga akan memiliki efek yang lumayan untuk mengurangi belanja bulanan rumah tangga. Naah emak-emak punya anak batita pasti ngerti deh belanja bulanan yang saya maksud. Yup, betul! Apalagi kalau bukan belanja rutin diapers sekali pakai.
Dulu waktu anak pertama saya sempat menggunakan clodi sebelum anak pertama saya lepas sepenuhnya dari diapers. Tapi ketika anak kedua, saya men-skip bagian menggunakan clodi. Eh tapi, ketika anak kedua I did better than my first. Enggak pake lama. Anak kedua saya cepat lepas dari diapers. Tapi jangan tanya bagaimana detail prosesnya. Jujur, saya lupa! Tapi yang pasti, sebelum saya lahiran anak ketiga saya, anak kedua saya sudah lepas diapers. Usia mereka terpaut tiga tahun pas. Yippie!
Jika proses anak kedua saya lupa, maka jangan tanya proses toilet training anak pertama saya. Satu kata: lelah. Ya, saya lelah karena proses ini memakan waktu yang panjang. Hitungan tahun yang kemudian membuat saya kurang menikmati nya. Ups, emak-emak yang baca jangan ditiru yang satu ini. Semangat! Semangat!
And now here it goes. Kembali bergulat dengan toilet training untuk anak ketiga saya. Satu kata: galau. Ya, saya galau untuk memulai semua ini. Di otak ini yang menari-nari adalah sejarah panjang toilet training anak pertama saya. Dan blas lupa bagaimana cepatnya proses ketika anak kedua. Bayangan yang bergentayangan di otak ini adalah: harus buru-buru angkat bocah ke kamar mandi kalau lihat gelagat akan buang air kecil atau buang air besar, bayangan harus menahan bocah untuk diam sebentar di tempat ia buang air kecil supaya najis itu tidak tersebar ke mana-mana, bayangan harus buru-buru membersihkan entah itu sofa, tempat tidur dan bagian-bagian lainnya jika bocah buang air kecil atau buang air besar di sana. Dan masih banyak lagi bayangan-bayangan negatif lainnya. Fuih! Dan saya dengan titel mother of three semakin males untuk memulai semua ini. Ah nanti deh minggu depan. Ah nanti deh bulan depan.
Niat
Anak ketiga saya sudah memasuki usia dua tahun tiga bulan akhir bulan ini. Alhamduilllah jalan dan bicaranya sudah lancar. Awal minggu ini dengan mengucap basmalah saya menguatkan hati. Baiklah semua harus dimulai. Niat yang kuat saya tancapkan di dalam hati ini. Saya kembali mencoba merefleksikan dalam diri ini: singkirkankan limiting belief itu. Saya tidak mau berputar-putar dalam kegalauan ini. Saya berusaha mensugesti diri setiap detik: saya bisa..saya bisa..saya bisa lalui semua ini. Ketika pikiran negatif mulai menyapa, saya langsung bergumam sendiri: saya bisa..saya bisa…saya bisa.
Briefing dan Role Playing
Siang itu, Senin, 22 Oktober, saya putuskan menjadi hari pertama dimulainya toilet training Nadya. Setelah saya selesai menunaikan sholat dzuhur, saya melepaskan diaper Nadya yang kebetulan sudah penuh dan memang sudah saatnya diganti. Kemudian saya ajak Nadya kekamar mandi untuk membersihkan area intimnya. Keluar dari kamar mandi saya bimbing Nadya ke kamar.
“Dedek Nad siang ini pake cawet (bahasa sasak: celana dalam) aja ya. Kalau dedek Nad mau pipis, bilang bunda atau bibik. Jangan pipis di celana. Kita pergi ke kamar mandi, buka celana baru pipis. Kayak mas Adha sama mas Rama itu lho. Sip ya?”
“Iya..iya..iya..” Jawab Nadya dengan sebuah senyuman.
Saya mencoba menerapkan briefing yang dijelaskan panjang lebar oleh mbak Okina Fitriani dalam bukunya yang berjudul The Secret of Enlightening Parenting Mengasuh pribadi Tangguh, Menjelang Generasi Gemilang. Menurut saya sederhananya begini: jadi untuk memulai sesuatu yang baru anak perlu diberitahu situasi seperti yang akan ia hadapi, menunjukkan dan memberi contoh apa saja yang boleh dan tidak, mempraktikkan (role playing) seolah-olah ia berada di kondisi yang ia hadapi, dan kemudian memastikan sang anak mengerti dengan penjelasan orang tuanya.
Oh ya, sebelum ini saya sudah membiasakan Nadya dengan celana dalam. Setelah pakai diaper dilapis dengan celana dalam. Proses ini saya mulai sejak Nadya berusia satu tahun-an. Jangan tanya tanggal pastinya. Saya lupa. Hehehe. Tapi yang pasti ketika memulai toilet training ini celana dalem bukanlah hal yang asing bagi Nadya. Ini adalah salah satu cara saya untuk menembus bawah sadarnya untuk terbiasa menggunakan celana dalam. Jadi selain baju, celana panjang atau rok, dan singlet, ada satu lagi item wajib pakai, yaitu celana dalam.
Never Under Estimate Your Child
Pertanyaannya adalah apakah saya berhasil di hari pertama ini?
Hohoho tentu saja tidak. Dari siang hingga sore ia buang air kecil dan buang air besar di celana satu kali dan tanpa memberitahu saya ataupun mbak Ani, ART di rumah saya. Alhamdulillahnya saat itu saya dan mbak Ani lihat, jadi bisa diatasi dengan cepat tanpa najis ke mana-mana. Walau gagal di hari pertama, namun tetap ada rasa syukur di sana.
Di hari kedua, alhamdulillah ada kemajuan sedikit. Nadya pipis di teras kemudian jalan sedikit dari tempat ia pipis dan teriak: “Bundaaaa, Nad pipis.” Sambil menunjuk ke tempat pipisnya. Hoho si pipis ada di beberapa tempat. Saya minta nadya untuk tetap berdiri di tempat ia berteriak kemudian saya mengangkatnya dengan cepat ke kamar mandi. Selesai. Karena Nadya keukeuh mau pakai cawetnya sendiri, saya jadi bisa membereskan tempat ia pipis tadi. Lumayan deh ngepel dikit. Dan kami berdua selesai dalam waktu yang bersamaan. Hehehe.
Di hari ketiga, alhamdulillah ada kemajuan lagi. Nadya pergi pipis ke kamar mandi sendiri kemudian ia laporan dengan saya kalau ia habis pipis dan bajunya basah kena air pas cebokan. Selain itu bilang sama bik Sahni, ART di rumah saya, untuk buang air besar ke kamar mandi.
Dan di hari keempat saya putuskan untuk mencoba lepas diaper mulai dari pagi, dari sejak mandi pagi. Voilaaaaa, ia berhasil laporan ketika hendak buang air kecil dan buang air besar. Senang tiada tara walau cuma satu kali laporan buang air kecil dan buang air besar. Tetep ada sesi ompol di celana. Hehe.
For me, dia menjadi pembelajar yang cepat. Sekali lagi saya merasa ditampar: jangan pernah meremehkan kemampuan anak dalam melakukan suatu hal yang baru. She/ he could do more than you expect. And sometimes they do the great one.
Afirmasi
Ketika Nadya berhasil untuk buang air kecil ataupun buang air besar di kamar mandi, tentunya saya tidak lupa untuk memberi pujian.
“Yeaaaayyy Dedek Nad pinter.” Ujar saya. Dan tidak lupa sebuah ciuman atau pun pelukan untuk dedek Nad karena ini adalah salah satu bentuk afirmasi langsung atas keberhasilan Nadya.
Hari ini, di hari kelima, mari semangat toilet training. Emak-emak yang senasib sama saya, bagaimana hari ini? Yuk sharing tips dalam menjalani hari-hari dengan toilet training. Fighting! #emak rempong tetiba demen nonton drakor lagi, jadi akrab sama kata Fighting. Hahaha
Mataram, 26 Oktober 2018
Referensi:
Fitriani, Okina. 2017. The Secret of Enlightening Parenting Mengasuh pribadi Tangguh, Menjelang Generasi Gemilang. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta