Di Antara Taat dan Cinta: Tamu Tak Diundang

Di Antara Taat dan Cinta: Tamu Tak Diundang

BAB 4

TAMU TAK DIUNDANG

 

Nadira menepati janjinya pulang ke rumah lebih cepat daripada biasanya. Tapi ia kalah cepet dibanding papanya yang sudah lebih dulu tiba di rumah. Usai sholat magrib, Nadira beserta kedua orang tuanya bersiap untuk makan.

Bel berbunyi. Mbak Runi dengan sigap membuka pintu.

“Malam, Mbak.”

“Malam, Mas.”

“Cari siapa?”

“Ada Bapak?”

“Oh sebentar. Namanya siapa, Mas?”

“Saya Ardi.”

“Sebentar ya, Mas.”

Ardi menunggu di teras. Inilah jalan terakhir untuk mendapatkan cintanya Nadira. Memintanya langsung kepada papanya. Batin Ardi.

Mbak Runi kembali ke dalam rumah.

“Maaf, Pak. Ada tamu cari bapak. Katanya namanya Ardi.”

Nadira langsung meletakkan sendok makannya. Ia terkejut mendengar mbak Runi menyebut nama Ardi.

“Ardi?” pak Hasan mengernyitkan dahinya. “Saya enggak punya janji dengan namanya Ardi, mbak Runi” tambah pak Hasan.

Nadira bangkit dari tempat duduknya. Diikuti oleh pak Hasan dan bu Hasan.

You did it.” Ujar Nadira ketika melihat sosok Ardi berdiri di pintu rumahnya. Nadira berusaha menahan amarahnya. Huft, ia tidak menyangka Ardi semakin nekat seperti ini. Tinggal Ardi yang masih tersisa dari sekian banyak laki-laki yang silih berganti berusaha mendapatkan Nadira masa kuliah. Yang lain sudah legowo sejak usai wisuda. Tapi sampai sejauh ini tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Nadira.

“Kamu kenal, Dir?” Ujar pak Hasan.

“Nak Ardi yang kemarin mengantar Dira pulang, Pa.  Eh benerkan ya, nak Ardi?” Ujar bu Hasan.

“Iya, Tante.”

“Oh, silahkan masuk kalau begitu.”

“Pa…” ujar bu Hasan memberi kode.

“Oh ya, sekalian ikut makan malam saja bersama. Ayo silahkan.”

“Oh…eh…oh…Terima kasih, Oom. Saya menunggu di sini saja.” Ujar Ardi terbata-bata. Ia jadi tidak enak hati mengganggu makan malam keluarga Nadira.

“Ayo nak Ardi, tidak usah sungkan. Mari.”Ujar bu Hasan sambil mengikuti pak Hasan yang sudah lebih dulu melangkahkan kaki ke ruang makan. Kemudian diikuti Ardi dan Nadira.

XXX

Makan malam selesai.

“Tadi kata Mbak Runi, kamu mau bertemu dengan saya, nak Ardi?” ujar pak Hasan.

“Oh iya, Oom.”

“Kita ngobrol di ruang tamu saja. Silahkan.”

Pak Hasan bangkit dari duduknya menuju ruang tamu. Begitu juga dengan Ardi. Nadira masih memasang wajah judesnya. Ardi tak memperdulikan wajah Nadira yang semakin tidak bersahabat kepadanya. Tekadnya sudah bulat. Ia tidak akan mundur lagi. Bu Hasan meminta Nadira untuk membantunya merapikan meja makan. Mau tidak mau, Nadira tidak bisa mengikuti Ardi ke ruang tamu. Huft awas saja kalau dia berani macam-macam dengan papa. Batin Nadira.

“Karena kita sama-sama sudah makan, lebih enak untuk mengobrol. Ada yang bisa saya bantu?”

“Begini Oom, Sebelumnya perkenalkan, nama saya Ardi. Saya temen kuliah satu angkatan dan satu jurusan dengan Nadira.”

“Oh ya, terima kasih kemarin sudah mengantar Nadira pulang.”

“Sama-sama, Oom. Begini, saya kemari ….” Kalimat Ardi terhenti. Agak lama.

“Ya, ada keperluan apa?”

“O…o…” Ardi berkata dengan terputus-putus. “Saya berniat untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius dengan Nadira, Oom. “

“Lebih serius? Maksudnya menikah?”

“Eh..oh..eh..ii…iii…iiya, Oom.”

“Apakah keluargamu sudah tahu kamu datang malam ini ke sini menemui saya untuk melamar Nadira?”

“Ooo..oo..belum. Rencananya setelah dari sini saya akan memberitahu orang tua saya, Oom”

“Begini Nak Ardi, alangkah baiknya jika sebelum menemui saya nak Ardi terlebih dahulu memberitahu ibu dan bapak nak Ardi. Apakah orang tua nak Ardi sudah mengenal Nadira?”

“Berkenalan secara langsung belum, Oom. Hanya saja kedua orang tua saya pernah melihat Nadira ketika wisuda.”

“Begini, nak Ardi, tentang niat nak Ardi ini akan saya bicarakan dulu dengan Nadira dan juga mamanya.”

“Iya, Oom. Saya mengerti. Saya mengerti  sekali Oom dan tante pasti  butuh waktu untuk berpikir sebelum memberi jawaban.”

“Iya, karena di sini yang posisinya sama dengan nak Ardi sekarang tidak hanya nak Ardi seorang.”

“Maksudnya Oom?”

“Nadira sudah ada yang melamar.”

Ardi menelan ludah. Matanya menjadi bulat dan besar. Wajahnya menjadi tegang. Ia tidak menyangka jawaban seperti ini yang akan ia dengar. Sejauh ini yang ia tahu hanya tinggal dirinya yang masih terus memburu Nadira. Teman-teman satu angkatan dan juga beberapa kakak angkatannya di kampus yang juga sama-sama berjuang mendapatkan hati Nadira, satu persatu sudah mundur teratur.

“Maksudnya, sudah ada yang juga datang langsung kepada Oom untuk minta izin menikahi Nadira?”

“Ya. “

Sekali lagi Ardi menelan ludah. Jantungnya berdetak semakin kencang. Skenario seperti ini tidak terbayangkan sebelumnya di otak Ardi.

“Mungkin kamu juga mengenalnya.”

“Satu jurusan dengan saya dan Nadira, Oom?”

“Iya. Namanya Luthfi.”

“Luthfi Hadianto?”

“Iya. Kamu mengenalnya?”

“Iya, Oom. Saya sangat mengenalnya. Kami satu jurusan, satu angkatan dan sama-sama aktif di himpunan jurusan.”

“Dan rencananya malam ini saya akan membahas masalah ini dengan Nadira.”

“Iya, Oom. Saya mengerti.”

“Tehnya silahkan diminum, Nak Ardi.” Ujar bu Hasan yang baru saja tiba di ruang tamu.

“Oh iya, Tante. Terima kasih.” Ujar Ardi kemudian meminum teh yang telah disuguhkan di meja sedari tadi.

Kedatangan bu Hasan mampu mencairkan sedikit suasana. Ardi, pak Hasan dan bu Hasan mengobrol lebih santai. Cukup lama. Sedangkan Nadira memilih untuk duduk santai di ruang keluarga.

“Baiklah, Oom, Tante. Sebaiknya saya pamit pulang dulu. Terima kasih atas jamuan makan malamnya. Masakan Tante enak sekali.”

“Nak Ardi bisa saja.” Ujar Bu Hasan tersenyum.

“Dan semoga Oom  berkenan untuk mempertimbangkan permintaan saya tadi.”

“Tentu, nak Ardi. Tentu akan saya pertimbangkan karena ini menyangkut Nadira, putri saya satu-satunya. Tentunya saya tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan.”

“Iya, Oom saya mengerti.”

Ardi pamit kepada bapak dan bu Hasan.

XXX

NOTE:

Please follow @novelbyviedyana on instagram to get news up date about this novel. Thank you.

SuKa dengan artikel ini? Yuk, bagikan!

Viedyana

Emak dari tiga bocah kecil, domisili di Bantul, Yogyakarta. Suka jalan-jalan, icip-icip makanan, dan menulis. Ada yang ingin ditanyakan atau bekerjasama untuk review usaha, produk dan lain-lain silahkan kontak viedyana1983@gmail.com

One thought on “Di Antara Taat dan Cinta: Tamu Tak Diundang

  1. Kayak disambar gledek gitu yah si Ardi begitu tahu ada yg ngelamar Nadira juga. Sementara Nadira masih jual mahal. Tapi salut sama bijaknya papa Nadira yg ngasih kesempatan juga buat Ardi utk melamar anaknya. Ah sayangnya bersambung. Jadi penasaran dgn Lutfi dan Ardi dan juga dgn Nadira sendiri dia sebenarnya mau gak dgn Ardi. Duh kepo nih mbak melebihi sinetron jaman dulu nih bersambung dan belum dapat cuplikannya ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *