RoadTripMbokJastra# 5: (Merasa) Salah Jalan di Jalan Berliku Yang Ciamik

RoadTripMbokJastra# 5: (Merasa) Salah Jalan di Jalan Berliku Yang Ciamik

Assalamualaikum,

Hayoooo siapa yang pernah melakukan perjalanan darat ke propinsi Sumatra Barat? Masih di edisi cerita #RoadTripMbokJastra menuju Bukittinggi, salah satu kota di propinsi Sumatra Barat. Semoga gak bosen yang baca. Hehe.

Hal yang paling membahagiakan ketika melakukan perjalanan darat ke Bukittinggi adalah ketika mobil telah melewati Muaro Bungo dan masuk daerah Gunung Medan di Dharmasraya. Welcome to West Sumatra. Inilah daerah Perbatasan propinsi. Senangnya melihat deretan huruf balok besar di salah satu punggung bukit. Here we go after one dacade.

Eh tapi kegembiraan saya ini tidak berlangsung lama. Setelah itu saya merasa khawatir sepanjang jalan hingga kami tiba di daerah Batu Sangkar. Monggo lihat peta sejauh apa perjalanan dari Sungai Dareh ke Batu Sangkar. #Ihik. Mau tau kan kenapa saya worried banget sepanjang jalan? Lanjutkan baca hingga selesai yah teman. #Kepedean banget. Hehe


Pernahkah kamu merasa melalui jalan yang salah, tapi si google maps “keukeuh” this is the right way? Yang sering pake google maps sebagai petunjuk jalan pasti pernah mengalami ini. Yaaaaah minimal sekali gitu. #Hahaha edisi maksa banget ya saya.

Dan tau gak seh kondisi ini diperparah lagi dengan pak suami saya yang “keukeuh” ngikutin perintahnya si “mbah” google. Rasanya aaaarrrggghhhh. Sulit dijabarkan dalam kata-kata.

Sedari TK saya terbiasa melewati jalan lintas sumatra yang melewati daerah Solok. Saya bilang sama pak suami nanti setelah melewati Solok, kita akan menyusuri pinggiran danau Singkarak. Jreng…jreng…pak suami bilang kita gak akan lewat sana. What?????!!!

Pak suami pun menguraikan secara singkat rute yang  akan dilalui. Yang pasti Solok enggak masuk dalam daftar. Apalagi danau Singkarak. Jalan yang akan ditempuh yaitu daerah Sijunjung dan Tanah Datar. Sesuai instruksi mbah Google. Wew!

Melewati jalan ini benar-benar suatu pengalaman yang baru bagi saya. It was the first time. Tak sekalipun saya lewat jalan yang ditempuh oleh pak suami ini.

Salah jalan! Yup, itulah yang saya rasakan ketika pak suami saya memutuskan untuk belok kanan ke arah Muaro Sijunjung. Mobil dipacu meliuk-liuk mengikuti jalan. Melewati ibu kota kabupaten yang cukup ramai. Melewati jembatan menyebrangi sungai Indragiri dan juga aliran-aliran air kecil lainnya. Melewati tepian desa, dari nagari ke nagari. Sebutlah Tanjuang Ampalu, Koto Sijunjung, Koto Tujuh, Tanjung , Batu Sangkar dan nagari-nagari lainnya. Hari mulai senja. Pintu dan jendela mulai ditutup. Warga sudah banyak yang berdiam diri di rumah. Dan jalanan pun semakin sepi.

Terkadang jalan yang dilalui lurus dan mulus. Eh tapi juga ada beberapa  ruas yang jalannya kurang oke. Mobil melaju pelan. Naik turun, meliuk di tikungan tajam. Satu sisi punggung bukit, sisi lainnya terkadang sungai, sawah bahkan jurang. Semakin deg-degan.

Momen lain perjalanan ini melaju di antara bukit dengan penerangan yang minim. Melintasi persawahan. Melewati desa demi desa, menyusuri kebun demi kebun dan enggak ketinggalan masuk hutan keluar hutan. Lengkap sudah. Masuk ke hutan lari ke pantai aja yang enggak ada. #hayoooo siapa yang inget dengan yang satu ini. #Edisi old teenagers banget ya.

Salah satu areal persawahan di Koto Tujuh Kab. Sijunjung

Well, sebenernya banyak sekali spot-spot cantik di rute ini. Sawah hijau membentang cantik bagaikan permadani hidup. Aliran-aliran air nan jernih di tepi jalan. Pohon-pohon tinggi nan menjulang bikin adem mata ketika memandang.

Tanjuang Emas, Kab. Tanah Datar

Hanya beberapa spot yang sempat saya abadikan. Salah satu jalur yang ciamik yaitu sebelum memasuki Batu Sangkar. Walau senja  sudah menyapa, namun langit masih cerah. Siapa yang tidak akan jatuh cinta melintasi persawahan ini. Memandang ke sebelah kiri, ada gunung Marapi di sana. Lepaskan pandangan ke sebelah kanan, maka ada gunung Sago berdiri kokoh.  Hingga lewat Batu Sangkar dan menuju ke Bukittinggi, kedua gunung ini enggak lepas dari pandangan.

Ketika mobil mulai masuk kota Batu Sangkar, hati ini mulai tenang. Bukittinggi semakin dekat.

Daaaaan ketika sampai di rumah, papa pun bercerita memang bisa lewat rute yang saya dan pak suami lalui. Hanya saja jalan tersebut sedikit memutar. Dan untuk angkutan umum seperti bus sangat jarang sekali lewat sana. Ya..ya..jalannya kecil untuk ukuran bus lintas sumatra. Anggap saja sambil jalan-jalan walaupun sambil deg-deg an. Oh ya, rute ini enggak recommended untuk dilalui malam hari. Penerangannya di jalan sangat minim. Sebisa mungkin waktu magrib sudah tiba di Batu Sangkar.

Rute Batu Sangkar Bukittinggi juga menyajikan rute yang cantik lho…di salah satu spot di bentangan sawah dengan gunung Marapi yang terlihat semakin besar, ada deretan rumah makan di sana. Dan saya pun berkata kepada pak suami, besok kita balik lagi ke sini ya untuk makan siang.
“Siap!” Seru pak suami.

Ihiiiy dia semangat juga buat makan dimari. Nantikan pada tulisan berikutnya tentang yang satu ini.

Salah satu areal persawahan di Sungai Tarab, Kab. Tanah Datar. Eh tapi foto yang ini saya ambil bukan ketika kedatangan di Bukittinggi lho ya. Keesokan harinya ketika pak suami menepati janji untuk makan siang. #ihiiiy

Akhirnya malam hari tanggal 2 November 2017 menjejakkan kaki lagi  di Bukittinggi setelah sepuluh tahun melanglang buana di tanah rantau.  Tiba pada saat waktu makan malam, yuuuuk nyoto dulu. Bukittinggi yang dingin cucok banget makan yang berkuah dan hangat. Dimana???? Silahkan baca yang satu ini:

Baca juga: RoadTripMbokJastra#6: MUST TRY Menjajal Kuliner Khas Ranah Minang Part 1

Salam

Vidy

SuKa dengan artikel ini? Yuk, bagikan!

Viedyana

Emak dari tiga bocah kecil, domisili di Bantul, Yogyakarta. Suka jalan-jalan, icip-icip makanan, dan menulis. Ada yang ingin ditanyakan atau bekerjasama untuk review usaha, produk dan lain-lain silahkan kontak viedyana1983@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *